Minggu, 09 Februari 2025
”APAKAH ANDA BERUNTUNG SEPERTI KYLE ?”
1 Tesalonika 5: 16-18
“Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
KYLE ADALAH ANAK YANG SANGAT beruntung, kata ibunya sambil tersenyum.
“Mengapa Anda berkata bahwa Kyle beruntung? Saya pikir menjadi seorang penyandang distabilitas selalu buruk.”
“Oh, tidak,” jawabnya. “Bayangkan saja, jika Kyle dilahirkan pada satu generasi yang lalu, dia tidak akan memiliki komputer yang dapat diaktifkan dengan suara!”
Saya takjub karena baik Kyle maupun ibunya tidak bersikap getir terhadap “sistem” yang menuntut Kyle diimunisasi saat masih bayi, yang menyebabkan reaksi alergi yang mengakibatkan dia menderita cacat fisik yang parah. Meski harus duduk di kursi roda dan harus menanggung beban operasi yang tak terhitung jumlahnya, Kyle adalah siswa kelas enam yang cerdas dan selalu mendapat nilai A di sekolah normal, dan juga adalah ketua kelas.
Ketika saya pertama kali bertemu Kyle, dia berada di rumah sakit untuk menjalani operasi lebih lanjut dan tidak dalam keadaan baik. Dia menderita sakit kritis tetapi tetap bertahan hidup. Ibu dan ayahnya berada di sisinya 24 jam sehari, membantu para staf medis bila memungkinkan. Pada saat itu, ketika keadaan sedang sangat buruk, ketika ibunya memberikan komentar tentang Kyle menjadi anak yang beruntung.
Ternyata, Kyle memang beruntung. Dia pulih. Butuh lebih dari tiga minggu untuk Kyle berada di ICU Pediatri, tetapi dia akhirnya berhasil pulang dan kembali bersekolah.
Apakah Kyle marah dan mengeluh karena harus menghabiskan waktu di rumah sakit? Tidak. Apakah dia meratapi nasibnya ketika dia membandingkan dirinya dengan teman-temannya di sekolah? Tidak, setidaknya tidak sering. Apakah dia mencoba yang terbaik yang dia bisa dalam bekerja sama dengan permintaan-permintaan para dokternya yang tampaknya mustahil? Ya, dia melakukan semua yang dia bisa untuk bekerja sama.
Itu membuat saya berpikir. Bagaimana jika waktu itu Kyle menyerah? Bagaimana jika ibunya tidak memiliki sikap bersyukur? Bagaimana jika ayahnya menyalahkan orang lain atas masalah putranya?
Kyle mengingatkan saya bahwa reaksi saya adalah sebuah pilihan. Pertama-tama, rasa frustrasi saya hanya bersifat sesaat-bukan seumur hidup. Untuk itu saja, saya harus bersyukur!
Bagaimana dengan Anda? Saat Anda marah, mengomel, atau menjadi kasar, pertimbangkanlah apa yang dapat Anda lakukan lain kali untuk merespons dengan lebih positif. Ingatkan diri Anda sendiri betapa beruntungnya Anda. Katakanlah bersama Rasul Petrus, ”Sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan” (Filipi 4: 11).
Tuliskan 10 alasan mengapa Anda adalah orang yang beruntung-dan pujilah Tuhan!