Rabu, 22 Januari 2025
”DOSA TERBURU-BURU”
Pengkhotbah 3: 17
“Karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya.”
SUATU PAGI SAYA TERTANGKAP sedang terburu-buru lagi. Saya sedang dalam perjalanan untuk melatih tim sepak bola kampus kami. Seperti biasa, saya mencoba menjejalkan terlalu banyak hal pada waktu pagi hari. Lampu mobil yang berkedip membuat saya menepi, dan seorang pria muram berbaju biru memberi saya salinan formulir bertanda kuning “Pengadilan Lalu Lintas Kota”. Tuduhannya: Saya telah melanggar hukum. Saya bergegas terlalu cepat.
Saat saya melanjutkan perjalanan, Tuhan berbicara kepada saya, “Engkau sudah melanggar hukum.” Saya mengerti. “Tidak,” lanjutnya, “Engkau tidak mengerti. Engkau melanggar hukum.” Melanggar hukum buatan manusia adalah hal yang cukup serius, tetapi saya bersalah karena melanggar ritme abadi yang jauh lebih besar. Saya telah menyerah pada dosa terburu-buru.
Nikos Kazantzakis, dalam bukunya Zorba the Greek, menceritakan sebuah peristiwa perubahan hidup. “Saya ingat suatu pagi ketika saya menemukan kepompong di dalam kulit pohon, tepat ketika kupu-kupu sedang membuat lubang pada kantongnya dan bersiap-siap ingin keluar. Saya menunggu beberapa saat, tetapi kemunculannya terlalu lama dan saya pun menjadi tidak sabar menunggunya. Saya membungkuk di atasnya dan bernapas padanya untuk menghangatkannya. Saya menghangatkannya secepat yang saya bisa, dan keajaiban mulai terjadi di depan mata saya, lebih cepat daripada hidup. Bungkusnya terbuka. Kupu-kupu itu mulai merangkak keluar perlahan, dan saya tidak akan pernah melupakan kengerian saya ketika saya melihat bagaimana sayapnya terlipat ke belakang dan kusut sebelum waktunya. Ia berjuang mati-matian dan beberapa detik kemudian mati di telapak tangan saya.
“Tubuh kecil itu, saya yakin, adalah beban terbesar yang saya rasakan di dalam hati nurani saya. Karena saya menyadari saat ini bahwa adalah dosa ketika melanggar hukum alam yang agung. Kita sebaiknya tidak terburu-buru. Kita tidak boleh menjadi tidak sabar. Tetapi kita harus dengan percaya diri mematuhi ritme abadi. Seandainya saja kupu-kupu kecil itu selalu bisa terbang di depan mata saya untuk menyadarkan jalan yang sebenarnya.
Waktu adalah misteri suci. Tidak peduli jam apa yang kita gunakan, Greenwich, Daylight Savings, Standard, Mountain, atau Pacific. Kita sepertinya
tidak pernah merasa cukup waktu.
Bagaimana caranya agar kita terhindar dari dosa terburu-buru? Dengan berserah diri sepenuhnya kepada-Nya, melepaskan tenggang waktu yang kita tentukan sendiri, dan hidup dalam ritme “Berserah kepada Yesus, segenap badan dan hati,” tanpa merasa bersalah, tanpa alasan, tanpa penyesalan, hidup dalam ketaatan saat demi saat berdasarkan waktu-Nya.