Rabu, 08 Januari 2025
Pengkhotbah 3 : 1
“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.”
SAYA MENGINJAK rem mobil, tetapi tidak terjadi apa-apa. Saya menginjaknya tiga atau empat kali, namun pedalnya langsung ke papan lantai. Penumpang saya, Sekretaris Penerbitan Konferens, tanpa sadar berkata, “Oh, tidak!” saat dia dan saya berbelok menuju ke Main Street.
Mobil saya yang sudah tua, yang dijuluki “Mesin Ramah Lingkungan”, berada dalam kondisi perlu perbaikan serius untuk beberapa waktu. Saya bersandar pada beberapa alasan yang agak meragukan ketika saya menundanya. Sebagai seorang mahasiswa, saya hampir tidak mampu membeli pasta gigi, apalagi menyangkut bengkel. Selain itu, jadwal saya yang padat membuat saya sangat sulit mendapatkan waktu luang. Alasan terakhir, saya merasa nyaman ketika melihat beberapa hal yang bisa saja mengakibatkan hal buruk namun mobilnya masih bisa mengantarkan saya ke tempat yang saya inginkan. Tidak ada perjalanan yang terlalu sukar menuju ke mekanik untuk mobil yang tangguh ini. Satu-satunya yang wajib adalah saya harus membawa beberapa kaleng oli dan minyak rem di bagasi, ditambah beberapa galon air.
Saat Main Street tampak di depan kami, saya membelok ke kanan menuju sisi jalan yang memiliki tanjakan yang landai; yang memperlambat kami hingga saya dapat menarik rem darurat. Saya menarik napas dalam-dalam, mengisi silinder rem utama dengan minyak rem, dan lanjut menuju ke tujuan kami berikutnya.
Selama bertahun-tahun saya memperlakukan diri saya sendiri dengan cara yang sama. Saya terus mengemudi sampai kunjungan ke bengkel tertunda terlalu lama. Semua tanda peringatannya ada di sana—meningkatnya kecemasan, ketidakmampuan untuk tidur nyenyak, sakit perut, sesak napas, gangguan ikatan emosional singkat, sering sakit kepala, dan konsumsi makanan cepat saji yang terlalu berlebihan.
Kemudian saya menemukan kebenaran sederhana bahwa kita perlu menyeimbangkan apa yang masuk dan keluar: Kemampuan kita untuk berproduksi sangat bergantung pada seberapa banyak waktu yang kita ambil untuk pembaruan. Waktu yang dihabiskan untuk memulihkan diri kita sendiri, secara fisik, emosional, dan secara spiritual, sama pentingnya, sama berharganya dengan waktu yang kita habiskan untuk bekerja. Ini bukanlah pesan yang mudah untuk orang yang sudah lama gila kerja.
Kitab Suci mengajarkan kebenaran ini berabad-abad yang lalu melalui pengamatan ”Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya … ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut apa yang ditanam … ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang” (Pengkhotbah 3: 1-6). Dalam hidup kita yang bahaya, kita mengabaikan siklus menerima dan memberi yang diberikan Tuhan. Saya sekarang jauh lebih sensitif untuk menjaga keseimbangan tersebut dalam hidup saya dan menjaga rem batin agar tidak blong.
Bagaimana dengan rem batin Anda? Apakah itu memerlukan perbaikan?